Oleh Muazar Habibi
Agar komunikasi orang tua nyambung dengan anak, perhatikan kepribadian dan kematangan berpikirnya.
Komunikasi yang efektif penting dalam kehidupan berkeluarga. Tampaknya semua orang sudah tahu itu. Masalahnya, tidak semua orang memahami bagaimana resep berkomunikasi yang efektif antara ayah dan ibu serta orang tua dan anak. Menurut Roslina Verauli, M.Psi., psikolog dari Empati Development Centre,
1. Tipe terbuka
Tipe ini paling sehat. Antara
anak dan orang tua terjalin komunikasi saling terbuka. Orang tua mau
mendengarkan anak dan anak secara leluasa dapat bercerita, mengeskpresikan
perasaan dan pikirannya serta berdiskusi dengan orang tua. Tipe komunikasi ini
ada pada pola asuh demokratis atau authoritative.
Umpamanya, saat kedua orang tua sedang berbicara, mereka membolehkan anak
menanggapi dan menghargai pendapatnya, "Oh, kalau menurut pendapat Adek
seperti itu, ya?"
2. Tipe permukaan
Komunikasi yang terjalin bukan
pada hal-hal penting; tidak riil, tidak detail dan sekadar basa-basi saja
sebatas permukaan. Contohnya, anak bertanya, "Mama, kenapa sedih?"
Orang tua hanya menjawab, "Ah, enggak apa-apa. Mama baik-baik saja,
kok." Jadi di saat orang tua atau anak ingin menggali cerita lebih dalam,
komunikasi tidak dapat terwujud karena tidak ada saling keterbukaan.
Penyebabnya bisa perasaan takut mengecewakan, malu, dan sebagainya. Tipe ini
biasanya ada pada pola asuh permisif atau indulgent.
3. Tipe
mengabaikan (avoidance)
Masing-masing anggota keluarga
saling menghindar sehingga tidak terjalin komunikasi. Hal ini bisa disebabkan
hubungan orang tua yang tidak harmonis atau memang karena pribadi orang tua
sendiri yang tidak terbuka terhadap anak, dan tidak peduli dengan kebutuhan
komunikasi anak-orang tua. Tipe ini biasanya ada dalam pola asuh cuek atau neglectful.
Sebenarnya tipe ini hampir sama dengan tipe permukaan. Hanya saja, pada tipe
mengabaikan ini, cara bicara orang tua seringkali terbawa emosi. Misalnya orang
tua bertanya dengan terburu-buru sambil hendak berangkat ke kantor. "Hai,
sayang, apa kabar sekolahmu? Mama pergi dulu, ya."
"Baik-baik aja tuh,"
jawab anak.
"Kok, kamu menjawabnya
seperti itu, sih? Mama kan
tanya baik-baik."
4. Tipe komunikasi salah
Biasanya terjadi pada pola asuh
otoriter. Orang tua cenderung menuntut anak. Bila tidak sesuai dengan keinginan
yang diharapkan, orang tua langsung marah-marah. Akibatnya anak selalu takut
berbuat salah. Jadi ketimbang kena damprat, maka anak mengambil jalan aman
dengan berbohong. Misalnya, "Tadi, aku di sekolah dapat pujian lo Pa. " Padahal
mungkin saja kenyataannya tidak seperti itu. Anak selalu berusaha menceritakan
yang bagus-bagus saja atau bicara seadanya. Contoh, "Bagaimana tadi di
sekolah?"
"Baik kok, Ma,"
tanggap anak. Pola asuh seperti ini bisa
membuat anak jadi tertutup pada orang tuanya.
5. Tipe komunikasi satu arah
Tipe komunikasi satu arah
terjadi jika dalam keluarga hanya ada satu figur dominan dalam berkomunikasi.
Entah ayah atau ibu. Ia yang menentukan kapan anak boleh bicara dan tidak.
Misalnya, "Adek, nanti kalau sudah makan, buat PR...."
Jika anak menyela, "Tapi, kan Ma,..."
"Eit diam! Mama kan belum habis bicara.
Dengarkan..."
Tipe komunikasi ini bisanya
juga terdapat pada pola asuh yang otoriter.
6. Tipe tanpa ada komunikasi
Antaranggota keluarga jarang
terjadi pembicaraan meskipun sebetulnya di antara mereka tidak ada konflik
nyata. Misalnya, orang tua pulang kantor masuk kamar. Anak pun demikian, pulang
sekolah langsung mengunci kamar. Akibatnya orang tua tidak tahu keadaan dan
kebutuhan anak. Ketiadaan komunikasi ini juga ada pada tipe pola asuh neglectful.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Masukan & Saran Kami Butuhkan. Terimakasih