Pola Asuh EFEKTIF,
POLA ASUH PENUH CINTA
OLeh Muazar Habibi
Pola asuh sangat menentukan pertumbuhan
anak, jadi hati-hati dalam menerapkannya.
Apa, sih, pola asuh itu? Teorinya, menurut Theresia
Indira Shanti, Psi.,Msi., pola asuh merupakan pola interaksi antara
orang tua dan anak. Lebih jelasnya, yaitu bagaimana sikap atau perilaku orang
tua saat berinteraksi dengan anak. Termasuk caranya menerapkan aturan,
mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta
menunjukkan sikap dan perilaku yang baik sehingga dijadikan contoh/panutan bagi
anaknya.
Sayangnya pola asuh yang diterapkan orang
tua tak selamanya efektif Malah terkadang dampaknya bagi si kecil bukannya baik
tapi buruk. Pola asuh yang terlalu protektif atau memanjakan anak tentu
menyebabkan anak menjadi tidak kreatif atau jadi selalu tergantung pada orang
lain. Makanya perlu berhati-hati menerapkan pola asuh. Perlu diingat pula pola
asuh sangat menentukan pertumbuhan anak, baik dalam potensi sosial,
psikomotorik, dan kemampuan afektifnya.
SYARAT POLA ASUH EFEKTIF
Jadi bagaimana pola asuh yang efektif itu?
Menurut Shanti, pola asuh yang efektif bisa dilihat dari hasilnya. "Anak
jadi paham kenapa harus begini atau begitu. Kenapa tak boleh ini-itu. Kelak,
anak akan mampu memahami aturan-aturan di masyarakat secara lebih luas lagi.
Misalnya, kalau ketemu orang harus menyapa atau bersalaman, " ujar
psikolog dari Unika Atmajaya, Jakarta
ini.
Nah, syarat paling utama pola asuh yang
efektif adalah landasan cinta dan kasih sayang. Tapi bagaimana bentuknya?
Berikut hal-hal yang bisa dilakukan orang tua demi menuju pola asuh efektif.
1. Pola asuh harus dinamis
Kenapa? Karena pola asuh harus sejalan
dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh,
penerapan pola asuh untuk anak batita tentu berbeda dari pola asuh untuk anak
usia sekolah. Pasalnya, kemampuan berpikir batita kan masih sederhana, jadi pola asuh harus
disertai komunikasi yang tidak bertele-tele dengan bahasa yang mudah
dimengerti. "Adek enggak boleh memukul Eki, karena kalau dipukul itu
sakit!"
Tapi anak usia SD pastilah tak mau lagi
dianggap anak kecil yang bisa dilarang-larang. Jadi apa pun nilai-nilai yang
ingin kita tanamkan mesti disertai dialog terbuka karena mereka sudah tak mudah
didikte. Berikan alasan konkret.
"Kakak, kok, nonton teve
terus?
"Lagi asyik nih Ma!'"
"Iya, Mama tahu, tapi kalau Kakak nonton
terus, nanti PR-nya enggak selesai. Terus besok di sekolah bagaimana
dong?"
2. Pola asuh harus Sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan anak
Ini perlu dilakukan karena setiap anak
memiliki minat dan bakat yang berbeda. Shanti memperkirakan saat usia satu
tahun, potensi anak sudah mulai dapat terlihat. Umpamanya, kala si kecil
mendengarkan alunan musik, dia kok tampak lebih tertarik ketimbang anak
seusianya. Bisa jadi, ia memang memiliki potensi kecerdasan musikal. Nah, kalau
orang tua sudah memiliki gambaran potensi anak, maka ia perlu diarahkan dan
difasilitasi.
Selain pemenuhan kebutuhan fisik, orang tua
pun mesti memenuhi kebutuhan psikis anak. Sentuhan-sentuhan fisik seperti
merangkul, mencium pipi, mendekap dengan penuh kasih sayang, akan membuat anak
bahagia sehingga dapat membuat pribadinya berkembang dengan matang.
"Kebanyakan anak yang tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan matang,
ternyata sewaktu kecil, ia mendapatkan kasih sayang dan cinta yang utuh dari
orang tuanya. Artinya, kalau pola asuh orang tua membuat anak senang, tentu
anak bisa berkembang secara optimal," ujar Shanti.
3. Ayah-ibu mesti kompak
Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh
yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya "berkompromi"
dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak. Jangan sampai orang tua
saling bersebrangan karena hanya akan membuat anak bingung.
4. Pola asuh mesti disertai perilaku positif
dari orang tua
Penerapan pola asuh juga membutuhkan
sikap-sikap positif dari orang tua sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi
anaknya. Tanamkan nilai-nilai kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah
dipahami. Kelak diharapkan anak bisa menjadi manusia yang memiliki aturan dan
norma yang baik, berbakti dan menjadi panutan bagi temannya dan orang lain.
5. Komunikasi Efektif
Bisa dikatakan komunikasi efektif merupakan
sub-bagian dari pola asuh efektif. Syarat untuk berkomunikasi efektif sederhana
kok, yaitu luang waktu untuk berbincang-bincang dengan anak. Jadilah pendengar
yang baik dan jangan meremehkan pendapat anak. Bukalah selalu lahan diskusi
tentang berbagai hal yang ingin diketahui anak. Jangan menganggap usianya yang
masih belia membuatnya jadi tak tahu apa-apa. Dalam setiap diskusi, orang tua
dapat memberikan saran, masukan, atau meluruskan pendapat anak yang keliru
sehingga anak lebih terarah dan dapat mengembangkan potensinya dengan maksimal.
6. Disiplin
Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola
asuh. Mulailah dari hal-hal kecil dan sederhana. Misalnya, membereskan kamar
sebelum berangkat sekolah atau menyimpan sesuatu pada tempatnya dengan rapi.
Lantaran itu, anak pun perlu diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa
lebih teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun, penerapan disiplin mesti
fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan/kondisi anak. Anak dengan kondisi
lelah, umpamanya, jangan lantas diminta mengerjakan tugas sekolah hanya karena
saat itu merupakan waktunya untuk belajar.
7. Orang tua Konsisten
Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi
sikap, misalnya anak tak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk.
Tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar
untuk konsisten terhadap sesuatu. Yang penting setiap aturan mesti disertai
penjelasan yang bisa dipahami anak, kenapa ini tak boleh, kenapa itu boleh.
Lama-lama, anak akan mengerti atau terbiasa mana yang boleh dan tidak. Orang
tua juga sebaiknya konsisten. Jangan sampai lain kata dengan perbuatan.
Misalnya, ayah atau ibu malah minum air dingin saat sakit batuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Masukan & Saran Kami Butuhkan. Terimakasih