4
JURUS PENANGKAL KELEMAHAN ORANG TUA
Oleh Muazar Habibi
Orang
tua mana pun pastilah tak luput dari kekurangan dan kelemahan. Dengan
menerapkan 4 jurus jitu, kelemahan bisa dikikis dan anak-anak pun bisa tumbuh
optimal.
Kekurangan
atau kelemahan orang tua tidak selayaknya dinilai dari kekurangan fisik yang
ada. Kalau ayah atau ibu memiliki cacat fisik hal itu tidak bisa dijadikan
alasan untuk tidak mengemban peran luhur dalam pengasuhan dan pendidikan anak.
Justru yang patut dinilai sebagai kelemahan, menurut Elly Risman Psi., selain
ketidaksiapan orang tua adalah hal-hal yang berkaitan dengan tidak adanya kerja
sama antara ayah dan ibu, perencanaan keluarga, pengetahuan mengenai
perkembangan anak, dan penerapan moral-disiplin.
Coba
deh ingat-ingat, biasanya saat akan melangsungkan pernikahan, calon pengantin
justru lebih sibuk menyiapkan ini-itu yang bersifat material seperti pesta
mewah dan segala perabot baru pengisi rumah mereka. Sebaliknya persiapan mental
untuk mengarungi biduk rumah tangga seolah terabaikan. Semisal, "Siapkah
aku menjadi seorang istri/suami?" atau "Apa saja yang harus
kupersiapkan agar bisa menjadi ibu/bapak yang baik bagi anak-anakku?"
Inilah 4 hal pokok yang harus diketahui agar kita bisa mengasuh anak secara
optimal.
Kerja
Sama Ibu-Ayah
Anak
haruslah mendapat perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Untuk
bisa mengemban tugas ini, ayah dan ibu mesti punya kepentingan bersama
sekaligus mampu menjalin kerjasama yang solid bagi buah hati mereka. Itulah
mengapa, ujar psikolog yang akrab disapa Elly ini, jauh sebelum anak lahir,
calon ayah dan ibu sudah harus punya rumusan yang dipahami dan disanggupi oleh
kedua belah pihak mengenai pendidikan, termasuk pola asuh yang akan diterapkan
pada anak mereka.
Konkretnya,
akan diarahkan ke mana si anak dan bagaimana caranya. Untuk bisa membuat
rumusan pola asuh ini, jauh-jauh hari sebelumnya ayah dan ibu sudah harus punya
persiapan mental disamping persiapan fisik.
Perencanaan
Matang
Sama
seperti poin sebelumnya, di sini tetap diperlukan kerja sama antara ibu dan
ayah. Suami istri harus punya perencanaan, dari soal berapa jumlah anak yang
diinginkan, sampai aspek biaya dan sarana serta prasarana penunjang yang harus
disiapkan demi tercapainya cita-cita menjadikan anak tumbuh optimal.
Perencanaan ini idealnya bukan baru dimunculkan saat si bayi lahir, melainkan
jauh-jauh hari sebelumnya. Dalam perencanaan ini harus dimasukkan pula rencana
untuk memberikan pengalaman sebanyak-banyaknya kepada anak yang berarti
menuntut penyediaan anggaran tertentu.
Itulah
mengapa, tandas Elly, tekad untuk mengarahkan anak berkembang secara optimal
mau tidak mau menuntut orang tua tidak berpikiran sempit hanya terfokus pada
dirinya sendiri. Semisal hanya mengutamakan perhiasan, perabot rumah atau
membeli rumah dan kendaraan kedua atau malah ketiga. Lalu kalau semua benda
tadi sudah didapat, masih sempatkah mencurahkan waktu sepenuhnya untuk memperhatikan
anak-anak?
Pengetahuan
Mengenai Perkembangan Anak
Orang
tua harus melek pengetahuan mengenai perkembangan anak. Kalau tidak, mana bisa
ia diharapkan mengenali tahapan-tahapan perkembangan yang dilalui anaknya.
Salah-salah ayah atau ibu memperlakukan anak secara tidak patut. Padahal dalam
mengemban tugas sebagai orang tua, dua faktor perkembangan anak yakni usia
kalender dan keunikan jiwa masing-masing anak tidak boleh luput dari pengamatan
ayah dan ibu.
Contohnya,
orang tua membiarkan saja anak batitanya berlaku pasif karena asyik nonton teve
seharian tanpa adanya pemberian stimulasi konkret yang seharusnya dapat
mengasah kemampuannya. Entah itu kemampuan motorik, kognitif, ataupun afektif,
dan kemampuan verbal. Orang tua bersikap demikian semata-mata karena menganggap
anak seusia ini belum mengerti apa-apa. "Padahal usia 0 hingga 3 tahun
merupakan masa-masa pesat pertumbuhan otak," ujar Elly.
Menurutnya,
orang tua tidak bisa menutup mata terhadap tahap perkembangan anak, dari
perkembangan otak, fisik, sampai perkembangan sosial yang harus mendapat
stimulasi terus-menerus berdasarkan kemampuan di usianya. Bagaimana dan
seberapa besar porsi stimulasi yang pas hanya bisa dicermati berdasarkan
tahapan usia dan keunikan masing-masing individu. Contohnya adalah anak usia
12-18 bulan sudah harus bisa berjalan, di usia 4 tahun sudah bisa makan
sendiri, dan di usia 6 tahun sudah bisa mengikat tali sepatu sendiri.
"Kalau ada orang tua yang masih menyuapi anak usia 6 tahun, itu namanya
melecehkan kemampuan si anak. Kalau tindak pelecehan ini dilanjutkan, kapan
anak bisa berkembang optimal?"
Elly
menganjurkan agar orang tua tidak pernah merasa lelah untuk terus berburu
pengetahuan mengenai perkembangan anak. Toh sumbernya bisa dari mana saja, baik
buku, majalah, koran, tabloid, seminar, pertemuan informal, sampai internet.
Anggapan bahwa kecerdasan hanya terpatok pada skor IQ saja paling tidak bisa
dikoreksi. Lantas, pemahaman akan berbagai aspek kecerdasan akan mendorong
orang tua untuk menggali segala potensi yang dimiliki anaknya.
Penerapan
Moral dan Disiplin
Menurut
Elly, sebetulnya ketidaktahuan/kekurangan orang tua dalam menerapkan pola asuh
terhadap anak disebabkan minimnya awareness (kesadaran), knowledge
(pengetahuan), attitude (sikap), dan practice (penerapan) atau
AKAP. "Sekalipun orang tua harus berada di atas kursi roda, kalau dia
memiliki AKAP, dia mampu kok menerapkan pola asuh yang benar agar perkembangan
anaknya bisa optimal."
Lain
soal kalau kekurangan tersebut mencakup aspek iman, mental, dan moral alias
tidak menghadirkan Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari. "Jangankan
berkembang optimal, kekurangan di bidang ini sih jelas-jelas bisa menjerumuskan
anak." Selain itu, kedisiplinan mesti ditanamkan sejak dini. Bila tidak,
di usia 8 tahunan ke atas, giliran anaklah yang akan "menguji" orang
tuanya karena di usia itu anak mulai memasuki tahap kritis sekaligus
pemberontakan.
Elly
mengingatkan bahwa penerapan disiplin sudah bisa dilakukan sejak anak masih
bayi. Mulailah dari hal-hal yang sangat sederhana semisal membiasakan anak
mandi, makan dan tidur tepat waktu, buang air besar dan kecil di tempat
tertentu dan pada jam-jam tertentu, serta melatih anak membereskan mainannya
setaip kali usai bermain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Masukan & Saran Kami Butuhkan. Terimakasih